Resolusi Soal LGBTI

Kamis, 18 Februari 2016

Keresahan dan kontroversi sudah mulai menebar di kalangan masyarakat sejak berita soal LGBTI (Lesbian-Gay-Biseksual-Transgender-Interseks-red) mencuat di UI belum lama ini. Apalagi ternyata, sebagaimana informasi yang sudah luas beredar, UNDP (United Nation Development Programme-red) menjadi bagian penting menyediakan bantuan anggaran yang cukup besar bagi LGBTI ini.

Situs resmi UNDP menerangkan bahwa bantuan anggaran ini dimaksudkan untuk memberikan dukungan terhadap gerakan dan hak-hak LGBTI termasuk yang sangat vital adalah hak-hak seksual mereka. Bantuan sebesar US$ 8 juta untuk Thailand, Indonesia, Filipina dan China ini disediakan sejak Desember 2014 hingga September 2017.

Melalui skema ini, maka Organisasi-organisasi LGBTI di Indonesia diharapkan akan berkembang dan memperoleh penguatan secara sangat signifikan. Bahkan projek afirmatif badan PBB ini juga dimaksudkan untuk mendorong penganut LGBTI untuk bisa memperoleh akses ke pengadilan menyampaikan pengaduan/laporan pelanggaran terhadap hak-hak mereka yang dilakukan oleh siapa saja atas dasar alasan keagamaan, sosial maupun kebudayaan.

Dalam merealisasikan proyek ini, maka salah satu strategi yang dipilih adalah membangun awareness dan sekaligus mengembangkan kolaborasi secara ekstensif dengan akademisi, intekektual, aktivis, ormas, law makers, kekuatan civil society dan bahkan dengan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga keagamaan. Proyek yang diselenggarakan di Filipina, misalnya, bisa dikatakan berhasil antara lain karena sudah memperoleh dukungan dari pihak gereja.

Meskipun semula gereja katolik melakukan penolakan terhadap LGBTI, akan tetapi dialog-dialog nasional yang dilaksanakan memberikan gambaran yang semakin jelas bahwa LGBTI kemudian memperoleh dukungan keagamaan. Ada kecenderungan yang semakin kuat adanya penerimaan LGBTI di Filipina ini tidak saja dari Gereja Katolik, akan tetapi bahkan juga dari Gereja Protestan.

Kalangan kampus yang menjadi harapan, juga telah memberikan dukungan terhadap LGBTI. Misalnya, untuk sekedar menyebut beberapa di antaranya, ialah Prof Michel L Tan (orang nomor satu University of Philiphine) dan Eric Manalastas (Guru Besar Psikologi universitas yang sama) yang secara aktif memberikan dukungan secara personal dan kelembagaan. Melalui rangkaian dialog yang melibatkan berbagai kalangan di University of Philiphinnes maka LGBTI memperoleh pengabsahan secara akademik.

Apa yang dilakukan di Filipina antara lain adalah membangun jaringan atau network yang kuat di kalangan orang-orang LGBTI, melakukan pemetaan, mengembangkan pemahaman yang baik dalam rangka penguatan organisasi-organisasi LGBTI dan yang juga penting ialah melakukan mobilisasi secara lebih masif. Kata kuncinya ialah kampanye tegakkan HAM terutama yang terkait dengan kebutuhan seksual LGBTI.

Soal hak-hak LGBTI ini memang pada ujungnya menyentuh wilayah publik/politik. Di Vietnam, misalnya, perkawinan sesama jenis kelamin sejak tahun 2013 sudah memperoleh tempat yang pada tahun-tahun sebelumnya adalah ilegal. Karena itu upaya-upaya hukum untuk memperkokoh keberadaan LGBTI memang menjadi sangat vital sehingga hak-hak mereka benar-benar mendapatkan pelindungan secara hukum dan politik, selain justifikasi sosial, keagamaan dan akademik. Dengan dalih perlindungan terhadap HAM, penegakan nilai-nilai demokrasi dan penghapusan diskriminasi, LGBTI melalui skema proyek afirmatif UNDP memperoleh kekuatan penting.

Inilah yang juga sedang dilakukan di Indonesia. Dengan dana yang cukup besar yang telah tersedia, maka tidak saja LGBTI yang akan memperoleh tempat dan pembelaan, akan tetapi kelompok liberal sekuler dan LSM pencari proyek juga mendapatkan amunisi ideologis dan juga finansial dari "proyek penuh dosa" ini. Atas dasar ini, maka penting bagi masyarakat dan bangsa Indonesia yang bermartabat ini untuk tidak lengah dan harus secara serius memberikan respons yang tepat.

Pertama, Indonesia adalah bangsa besar yang relijius. Sila Pertama dari Pancasila menegaskan jati diri bangsa ini sebagai bangsa yang tidak sekedar menghormati nilai-nilai agama akan tetapi berkomitmen untuk melaksanakan ajaran agama secara benar. LGBTI nyata bertentangan dengan agama, merupakan penyakit dan social construct yang harus dicegah, diobati, disadarkan agar sehat dan normal kembali dan kembali ke jalan yang lurus. Melindungi dengan cara menyediakan anggaran sebesar apapun dan oleh siapapun untuk melanggengkan tradisi LGBTI justru merusak kemanusiaan.

Kedua, apa yang dilakukan oleh UNDP telah nyata merusak tatanan budaya dan sistem nilai luhur masyarakat Indonesia dan tentu bertentangan dengan Pancasila. UNDP harus menghentikan proyek ini dan lebih baik memberikan perhatian kepada proyek lain yang jauh lebih mulia, produktif dan lebih bersahabat, misalnya, poverty reduction. Jangan samakan Indonesia dengan Filipina dan negara negara lain.

Ketiga,
secara hukum, politik dan sosial pemerintah harus memberikan perlindungan yang sungguh-sungguh kepada semua anak bangsa antara lain dari ancaman budaya, life style dan ideologi yang tidak sesuai dan bertentangan dengan watak dan kepribadian masyarakat dan bangsa Indonesia. Jangan dibiarkan bantuan-bantuan luar negeri untuk memberikan dukungan dan kampanye LGBTI atas dalih HAM, demokrasi dan penghapusan diskriminasi. Pemerintah harus hadir dan jangan membiarkan pengerusakan sendi-sendi kehidupan berbudaya dan berbangsa kita terjadi.

Keempat, para akademisi dan ilmuwan penting melakukan kajian mendalam tentang LGBTI di Indonesia ini dengan pendekatan-pendekatan multi disiplin bukan untuk memperkokoh keberadaan LGBTI akan tetapi justru untuk membebaskan mereka dari belenggu tradisi yang sebetulnya tidak sehat. Ini merupakan gerakan kemanusiaan ilmu. Dengan dukungan ormas-ormas keagamaan, misi kemanusiaan ini akan terasa efektif dan produktif.

Kelima, keseriusan dunia pendidikan dalam membangun awareness terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Selamatkan anak-anak kita dari teror kultural dan ideologis LGBTI ini; selamatkan pendidikan kita. Jangan biarkan dunia pendidikan menjadi dunia yang semakin kelabu karena kehilangan energi konstruktif dan liberatifnya, apalagi menyediakan diri secara sengaja atau tidak sengaja sebagai tempat pengembangan kebiasaan LGBTI.

*) Sudarnoto Abdul Hakim adalah Dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (FAH-UIN) Jakarta, Ketua Komisi Pendidikan dan Kaderisasi MUI dan Ketua Dewan Pakar Fokal Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). (detik.com)

Tidak ada komentar:

KOMENTAR

Silahkan beri komentar dengan bijak dan sesuai dengan topik.

 
Copyright © 2018 Sedulur Ngopi- All Rights Reserved
Distributed By My Blogger Themes | Design By Herdiansyah Hamzah